skip to main |
skip to sidebar
“memang benar darah itu
milikku”
Kalimat
ini merupakan analogi yang mengawali kisahku dalam perjalanan hidup menuju
bahagia. Saya mulai kisah ini dari sebelum menduduki bangku kuliah artinya
ketika saya masih di jenjang MA, dimana pada waktu itu seorang saya banyak
membayangkan kekhawatiran dan kegagalan untuk melanjutkan study yang lebih
lanjut.
Kelas
3 MA adalah bangku duduk saya yang terakhir, yang seharusnya lepas dari bangku
tersebut sudah mempersiapkan jenjang yang lebih tinggi, namun apa nyatanya
tiada lain kendala dan banyak pertimbangan yang harus saya pikirkan
matang-matang. Lanjut kemudian menjelang hari-hari UAN (Ujian Akhir Nasional)
ada pemberitahuan dari bidang kemahasiswaan di sekolah bahwa khusus siswa kelas
3 yang berminat untuk melanjutkan studynya atau mau lanjut ke bangku kuliah
harap menemuinya untuk segera didata sebagai peserta Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Ada banak pilihan kampus yang saya ikuti, di
antaranya adalah UGM, UI dan UB.
Setelah
SK pengumuman dikeluarkan oleh tim panitia SNMPTN, ternyata siswa yang bernama
Ahmad Romli tidak ada dan akhirnya kembali lagi rasa kekhawatiran dan bimbang
yang selalu menghantui pikiranku. Sehingga pada beberapa hari ada salah satu
teman yang memberi tahu kalau sebenarnya masih ada 2 seleksi lagi untuk dapat
masuk atau dapat mengikuti seleksi tersebut, maka tanpa basa basi dengan
kemauan saya sendiri, keinginan yang kuat untuk dapat menduduki bangku kuliah
itu pun saya ikuti semuanya akan tetapi singkat cerita kedua-duanya tidak ada
yang menyatakan saya di terima pada perguruan tinggi yang saya pilih itu.
Kegagala,
kekhawatiran, kekesalan dan kesusahan yang ke tiga saya terima dan saya rasakan
betapa sulitnya hidup bahagia apalagi sempurna. Namun terlepas dari semua itu
saya hanya sanagt merasa bahwa Tuhan tidak akan membiarkan makhluknya tersika
begitu saja sedangkan ia masih bersungguh-sungguh terus berusaha mendapatkan
apa yang mereka inginkan dalam ranah thalabu al-‘ilmi. Sebab sudah
kita ketahui bersama, Allah melihat makhluknya dari usahanya bukan hasilnya.
Menjelang
beberapa hari dari kelulusan saya sebagai alumni MA Tahfidh Annuqayah dengan
penuh hati ynag tenang, sabar, santai, tanpa putus asa saya terus menggapai
impian ini. Langkah terakhir yang saya pilih yaitu meminta izin kepada orang
tua dan seluruh keluarga yanglain beserta do’a restunya dalam rangka saya harus
tetap pergi untuk niatan mencari ilmu Allah, tepatnya di Yogyakarta.
Disini
lain kenapa saya harus pergi hanya sebatas do’a dari mereka? Selain saya
dibilang dari keturunan keluarga yang kurang mampu sekaligus sebagai anak yang
ditinggal bapak nya mulai sejak kecil, sampai sekarang pun wajah dari belisu
belum saya tahu. Ini sebabnya, saya optimis mengambil jalan untuk nekat, pergi
dari keluarga, memberanikan diri menjauh dari mereka bukan lantas tidak peduli
pada mereka ataupun sudah tidak sayang lagi akan tetapi terlepas dari semua itu
ingin kembali dan membalas hutang budi selama berada bersamanya dan pada hari
nanti kepulanganku akan memeberikan
senyum manis kepada mereka.
Al-hamdulillah
kepergianku ke tempat yang saya tuju ada banyak kabar mengenai hal yang saya
inginkan itu, setelah beberapa kali saya bercerita pada teman-teman saya di
yogyakarta tentang kepergian itu dan pada saat itu pula salah satu dari mereka
mengantarkan saya ke ketua SENAT UIN SUKA, dan pada akhirnya di kasi tahu cara
mendaftarkan masuk kuliah di kampus yang sama dengannya. Nama jalur itu
”reguler” yang kata teman memang tak asing nama itu di linkungan kita cuma
mungkin karena saya benar-benar kekurangan informasi sehingga tidak tahu jalur
tersebut.
Maka
kemudian, disini sangat saya rasakan dan saya dapatkan kebahagian yang tiada
sempurna dari orang yang menikah. Yang membuat saya bahagia yaitu keterimanya
saya sebagai mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sekaligus tercatat sebagai
calon penerima beasiswa bidikmisi angkatan 2013. Pada akhirnya setelah lama
saya menunggu hasil seleksi beasiswa bidikmisi itu, ternyata atas izin dan kehendak
Allah SWT saya pun lolos dari tantangan yang sangat berat itu, toh walaupun
saya hanya orang biasa yang jika di bandingkan dengan yang lain masih jauh di
bawah rata-rata. Mungkin ini merupakan rahmat bagi saya sebab perjuangan yang
saya lakukan tidak sia-sia, seperti yang telah saya utarakan di atas, ini
adalah pemberian Allah yang Maha Agung. Sungguh ngerasa kalau yang diberikan
sementara di awal hanya berupa ujian bagi kita, yang sebaiknya kita harus
sadari itu semua.
Jadi
harapan penulis, jangan pernah merasa dan memikirkan tentang kesenangan,
kesuksesan dan alain sebagainya akan didapatkan dengan mudah begitupun
sebaliknya, jangan pernah merasa rugi atas kegagalan, kekhawatiran, kesedihan
dan lain-lain. Sebab itu semua hanya ada pada sang pencipta langit dan bumi
beserta isinya, dengan proses maka semuanya akan tercapai dengan baik karena
Allah SWT melihat makhluknya bukan dari hasilnya melainkan usaha dan do’anya.
Proses, proses, proses...
Wallahu
a’lam bi al-shawab, semoga bermanfaat. Amiennn**
jogja, 15 desember 2014
0 komentar:
Posting Komentar